Radio atau Internet ? - So Behind The Microphone

Headlines Articles

Friday, October 14, 2011

Radio atau Internet ?

Internet & Social Media

Tidak bisa dipungkiri bahwa bubbles dari Social Media dan Internet (digital media) masih terus bergerak naik, dan belum mencapai puncaknya. Oleh karena itu, dugaan bahwa menurunnya jumlah pendengar & penonton televisi (dan juga pembaca koran) lebih disebabkan karena munculnya media-digital sangatlah wajar. Keluangan waktu yang biasanya dipakai seseorang untuk membaca koran, menonton televisi atau mendengarkan radio sekarang terambil dan dipakai untuk ber-online di dunia maya.

Seorang teman dari Amerika Serikat bercerita, bahwa kebanyakan anak muda di sana juga sudah tidak lagi mendengarkan radio, melainkan mendengarkan iPod berisi lagu-lagu yang dia download dan juga mendengarkan “Pandora” sebuah situs yang menyajikan lagu-lagu yang sesuai dengan selera orang yang “meng-klik”. Mereka sudah tidak lagi ingin mendengar “Suara Penyiar” di radio yang memberikan berita & informasi kepada pendengar.

Menurut mereka, internet mampu memberikan musik yang mereka sukai. Sedangkan kalau mereka butuh informasi atau berita yang dibutuhkan oleh dirinya, mereka juga tinggal “klik” situsnya di internet. Kata mereka, “Jadi buat apalagi mendengarkan radio, dimana pilihan lagunya belum tentu selalu cocok dengan selera aku, dan kalaupun penyiarnya memberikan berita / informasi yang berguna, belum tentu informasi itu terkait dengan diriku“.

Mendengar Radio Sambil Tetap Beraktivitas

Saya tidak pernah punya rasa pesimistis terhadap masa depan radio. Karena biarpun televisi memiliki gambar & suara, dan internet bisa interaktif sehingga kita bisa memilih lagu dan berita yang kita inginkan pada saat yang kita inginkan, tetapi baik televisi dan internet membutuhkan kesempatan khusus, membutuhkan keluangan waktu. Artinya, menonton televisi, dan mem-browsinginternet membutuhkan konsentrasi / waktu-khusus bagi seseorang, dimana ia harus duduk menyediakan waktunya untuk melihat kepada layar monitor.

Tidak demikian dengan radio. Orang bisa terus mendengarkan siaran radio sambil masih terus beraktivitas. Jadi bukan alasan yang tepat kalau dikatakan orang tidak lagi “menyediakan waktunya” untuk mendengarkan radio karena memilih browsing internet. Bukankah ia tetap masih bisa mendengarkan radio sambil berselancar di internet atau ber-Facebook ? Kalau menonton TV atau membaca koran sambil berselancar di internet atau ber-Facebook ria, tentu saja itu tidak bisa dilakukan, bukan? Karena mata kita harus terfokus pada layar monitor.

Jadi jelas kalau dipandang dari sisi ini, yang lebih terpukul oleh kehadiran internet, tentunya bukan radio, melainkan koran, dan televisi.

Mengapa Tak Minat Mendengarkan Radio?

Nah sebenarnya inilah pertanyaan kunci yang harus dilontarkan oleh para Radio Broadcasters kepada orang-orang yang tidak lagi mau mendengarkan radio, atau bahkan orang yang sama sekali belum menjadi pendengar radio, “Mengapa tak minat mendengarkan radio?“

Jawabannya sebenarnya sudah ada di atas, pada kalimat yang saya beri warna biru, Itu merupakan penjelasan temanku yang jadi dosen di Indiana University of Pennsylvania di Amerika Serikat, terhadap pertanyaan aku, “Kenapa orang-orang itu (di Amerika) tidak merasa membutuhkan radio lagi?”.

Kesimpulannya: Kalau saja siaran radio itu, lagunya cocok dengan si pendengar dan informasinya memenuhi kebutuhan si pendengar pada saat dimana pendengar membutuhkannya, maka sesungguhnya si pendengar tidak akan mencari kedua hal tersebut di internet, bukan? Masalahnya, hal itu sama sekali tidak mudah untuk dipenuhi oleh radio, sedangkan bagi internet sangatlah mudah. Karena internet adalah media-massa dengan segmentasi individual.

Dalam segmentasi individual, walau cakupan internet itu amat luas (seperti media massa umumnya), tetapi setiap individu bisa mencari materinya sendiri-sendiri pada waktu / keluangan yang mereka pilih secara masing-masing juga.

Ini akan mendatangkan kepuasan orang per orang secara lebih merata. Sedangkan radio adalah media massa yang ditujukan bagi kelompok-pendengar tertentu. Maka akan sangat sulit untuk memuaskan setiap orang / masing-masing individu pendengar dalam kelompok tersebut. Walaupun, katakanlah sama-sama remaja, belum tentu selera musiknya sama.

Si A remaja yang romantis mungkin sangat suka dengan lagunya “Afgan – Terima kasih Cinta”, sementara si B, remaja yang suka sembarangan, menganggap itu lagu cengeng. Sehingga ketika sebuah radio memutarkan lagu “Afgan tersebut maka yang terjadi, Si A akan tetap pada frekuensi radio itu sedangkan si B akan memindahkannya ke frekuensi radio lain mencari lagu yang ia sukai.

Begitu pula dengan siaran informasi / berita oleh radio (atau juga televisi & koran), dimana si A membutuhkan informasi yang berbeda dari si B, walau secara demografis mereka berada dalam segmentasi kelompok yang sama.

Kalau kita orang-orang radio mencoba menyaingi internet dari sisi ini, maka pasti tidak akan menang. Radio tidak akan menang kalau beradu “content” (yang sangat fragmented) dengan internet. Itu sebabnya menurut saya, radio-radio di Amerika yang hanya mengandalkan memutar sederetan lagu berdasarkan survey (lihat artikel saya sebelum ini tentang Music Director), akan mengalami penurunan jumlah pendengar. Karena mereka pasti tidak akan menang melawan situs, misal, “Pandora Radio” di internet. Di situs Pandora, kalau seseorang, misal si A, mengklik bhw ia suka The Beatles, maka langsung lagu-lagu berikutnya akan tersaji lagu dari group yang mirip atau satu selera dengan ciri The Beatles, misal U2 ; Oasis ; Tears for Fears dsb. dsb. Si B-pun yang juga meng-klik Pandora akan mendapatkan seluruh musik yang disukainya (berbeda dari si A) tersaji instan.

Dicari Terobosan Radio

Sampai saat ini secara programming radio masih belum menemukan terobosan. Malah beberapa radio meniru internet dengan semakin menajamkan “content” dan mencoba “berinteraktif”. Menurut saya, apapun yang hendak dilakukan, seyogyanya jangan pernah keluar dari karakteristik media radio. Radio harus tetap menjadi Radio. Radio harus tetap bisa menjadi teman yang mengiringi pendengarnya dalam aktivitas apapun, tanpa membuat si pendengar merasa terganggu. Yang dimaksud pendengar adalah sekelompok besar orang, dan bukan hanya 1 – 2 orang saja.

Beberapa radio sangat ingin berinteraktif kepada pendengar seperti internet. Mereka meminta pendengar mengirimkan sms, lalu si penyiar dalam siarannya membacakan terus menerus sms yang masuk. Mungkin saja hal ini akan menggembirakan si pengirim sms, tapi barangkali sangat membosankan bagi pendengar lain, yang mencapai ribuan jumlahnya, yang tidak mengirimkan sms. Bukankah akan sangat merugikan, kalau ada 200 sms yang dibacakan, akan menggembirakan hati 200 orang, tapi membuat 10.000 pendengar lain yang lari ke radio lain atau ke media lain, hanya karena tak tahan mendengar si penyiar cuma tertawa-tawa membacakan dan mengomentari sms yang masuk?

Ingat, radio bukanlah internet yang mampu memuaskan orang per orang dengan content-nya.

Itu sebabnya saya ingatkan, carilah terobosan untuk bersaing dengan media lain, termasuk internet, tapi jangan pernah keluar dari karakter media radio

No comments:

Post a Comment