Hingga detik ini, radio komunitas masih dipercaya sebagai medium
komunikasi yang paling andal melayani kepentingan masyarakat Indonesia
di tingkat komunitas. Radio komunitas dimiliki, dikelola, diperuntukkan,
diinisiatifkan, dan didirikan oleh sebuah komunitas sehingga sering
disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan, atau radio alternatif.
Dengan demikian, radio komunitas dapat dijadikan sebagai wahana
komunikasi milik masyarakat yang potensial untuk melayani kepentingan
komunitasnya sendiri.
Namun persoalan utama tentang keberadaan radio komunitas sejauh ini
selalu terkait dengan pertanyaan mendasar: benarkah keberadaan radio
komunitas benar-benar dibutuhkan oleh komunitas?
Bagaimana mengelola
radio komunitas secara efisien?
Jika kedua pertanyaan ini tidak
dieksplorasi dengan baik, alih-laih melayani kepentngan komunitas, radio
komunitas tidak akan berkembang, bahkan lambat laun mati. Sebaliknya,
jika tidak terjadi kondisi yang demikian, radio komunitas justru meniru
gaya radio swasta yang semakin menjauhkan radio dari sifat komunitasnya.
Pertama-tama, untuk menumbuhkan dan memelihara “kebutuhan” terhadap
radio komunitas perlu dilakukan pendekatan-pendekatan strategis. Paling
tidak ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yakni kultural dan
struktural. Pendekatan kultural dilakukan dengan penguatan langsung
kepada masyarakat, misalnya berupa kampanye-sosialisasi,
pelatihan-pelatihan tentang arti pentingnya (saluran) informasi sehingga
informasi (termasuk hiburan) yang disampaikan lewat radio komunitas
menjadi needs, bukan hanya wants. Kebutuhan ini
berasal dari bawah, tidak hanya kebutuhan menurut pemahaman pengelola
radio atau pemrakaasa dari luar, melainkan masyarakat yang benar-benar
membutuhkan ada atau tidaknya, menilai penting atau tidaknya keberadaan
radio komunitas di lingkungannya. Pedekatan berikutnya melalui aspek struktural
yakni dengan penguatan kelembagaan dan jaringan radio komunitas, baik
di tingkat pusat maupun daerah, serta advokasi perizinan yang berfokus
pada legalitas keberadaan radio komunitas dan pengelola-pengelolanya di
tingkat desa.
Langkah berikutnya dalam pengembangan manajemen radio komunitas
secara efisien perlu dilakukan melalui survei pendengar yang dilakukan
secara lebih “profesional” namun tetap memperhitungkan sumber daya yang
ada sehingga tidak mengeluarkan banyak energi dan biaya. Survei ini
penting untuk mengidentifikasi kebutuhan komunitas sekaligus pemetaan
khalayak pendengarnya. Paling tidak survei dapat menjawab kebutuhan data
pokok seperti jumlah pendengar, jangkauan (coverage area),
segmen pendengar (psikografis dan demografis), serta program acara yang
diminati masyarakat. Melalui pemahman metode riset yang sederhana,
pengelola radio komunitas harus membuat desain survei yang relatif
murah, termasuk pengolahan dan analisis datanya. Radio komunitas akan
kuat bila pendengarnya merasa terlayani oleh keberadaan radio tersebut.
Dalam kaitan ini, pegiat radio harus mampu menangkap keinginan warga
untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan program
siaran.
Selanjutnya, dalam pengembangan manajemen radio komunitas juga
dibutuhkan identifikasi kekhasan. Karakter radio komunitas di Indonesia
sangat bervariasi. Tingginya kekhasan masing-masing radio komunitas
ditentukan beberapa faktor, misalnya: kondisi alam (terkait dengan
wilayah tertentu jangkauan penerimaan stasiun radio lain); lokasi
stasiun radio (semakin strategis, kemungkinan berkembang semakin
terbuka); karakteristik (perempuan/laki-laki) dan tingkat militansi
pengelola; kemandirian radio komunitas/masyarakat; pemahaman warga dan
pengelola mengenai “radio komunitas”; dan keberadan stakeholder dalam
komunitas.
Dari kondisi tersebut perlu diidentifikasi sehingga dapat diketahui
potensi maupun kendala pengembangan dan keberlanjutan radio komunitas.
Identifikasi ini dapat dilakukan dengan melihat kinerja radio komunitas,
dengan tolok ukur kinerja pengelola, peran masyarakat, dan melihat
stekeholder di lingkungan komunitas. Model sederhana analisis ini
misalnya berbentuk analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang,
ancaman). Data dapat diambil dari preferensi/pengetahuan pengelola dan
warga masyarakat sekitar radio komunitas.
Langkah berikutnya dalam pengeloaan radio komunitas yang efisien
perlu dilakukan pembenahan sistem database. Di tingkat pengelola radio
misalnya, dimulai dari pendataan semua respon yang masuk, misalnya lewat
sms, surat, titip pengelola, dan sebaginya. Pada kasus laporan warga
yang mencuatkan pertanyaan dan isu-isu tertentu yang perlu disampaikan
pada pihak terkait, perlu difasilitasi dan datanya dibuat kategorisasi
berdasarkan topik permasalahan sehingga menjadi bank data. Setelah itu
perlu didesain cara penyampaian dua arah baik dari dan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan.
Strategi lain yang perlu dilakukan adalah meningkatan kerjasama
dengan NGO. Keberadaan radio komunitas dan banyaknya NGO di Indonesia
memberi peluang kerjasama saling menguntungkan dalam membangun iklim
keterbukaan informasi. Bagi radio komunitas, sosialisasi prorgam-program
atau isu dari NGO, termasuk pengawasan pelaksanaan program NGO
merupakan sumber informasi yang tidak pernah kering untuk disiarkan.
Bagi NGO Menjalin dan menjaga hubungan dengan Radio komunitas merupakan
cara yang efektif untuk membangun, menjaga, dan meningkatkan citra atau
reputasi NGO di mata masyarakat. Radio komunitas penting artinya sebagai
wujud komunikasi dan mediasi antara NGO dengan publiknya. Di sisi lain,
fungsi komunikasi berbasis komunitas yang berjalan baik sangat
bermanfaat bagi aktivitas NGO karena masyarakat memberi perhatian pada
isu-isu yang diperjuangkan.
Pentingnya radio komunitas bagi sebuah NGO tidak terlepas dari
“kekuatan” media massa yang tidak hanya mampu menyampaikan pesan kepada
banyak khalayak, namun lebih dari itu, media sebagaimana konsep dasar
yang diusungnya memiliki fungsi mendidik, memengaruhi, mengawasi,
menginformasikan, menghibur, memobilisasi, dsb. Dari sinilah media
memiliki potensi strategis untuk memberi pengertian, membangkitkan
kesadaran, mengubah sikap, pendapat, dan perilaku sebagaimana tujuan
yang hendak disasar NGO. Inilah yang perlu disadari baik oleh pengelola
radio maupun NGO sendiri sehingga kerjasama saling menguntungkan dapat
terpelihara.
Terakhir yang paling penting adalah penguatan manajemen pengelola dan
program acara radio komunitas, melalui kaderisasi, regenerasi,
traning-training, upgrading, dan pengetahuan dasar programming. Di satu
sisi perlu diantisipasi keberlanjutan program, baik keberlanjutan
program jangka pendek dan jangka panjang. Kunci keberlanjutan program
radio komunitas di sini dapat diwujudkan melalui adanya partisipasi dan
kemandirian masyarakat; pendanaan (program lanjutan), perizinan
(antisipasi sweeping/legalitas), dan membangun jaringan kelembagaan
bersama dengan stasiun atau asosiasi radio komunitas yang lain.
No comments:
Post a Comment