PROBLEMATIKA SALES IKLAN RADIO - So Behind The Microphone

Headlines Articles

Saturday, August 25, 2012

PROBLEMATIKA SALES IKLAN RADIO

Karir saya diawali dengan profesi sebagai salesman sebuah perusahaan pemotretan untuk kalender, brosur, pameran, dan sejenisnya. Lalu saya pindah kerja sebagai salesman perusahaan outdoor advertising (media luar ruang). Kemudian beralih jadi salesman lagi, pencari order iklan untuk Radio . Setelah itu dan seterusnya pekerjaan berkaitan dengan penjualan dan pemasaran sudah tak bisa lepas dari perjalanan hidup saya. Dari berbagai pengalaman inilah saya bisa mengambil kesimpulan secara umum problema dari kebanyakan Air-time Salesman (atau kerennya Account Officer) untuk memperoleh order bagi stasiun radionya.


Dibawah ini beberapa saya paparkan, dan mungkin bisa menjadi bahan pembanding, termasuk yang manakah problema yang Anda hadapi:

  1. Salesman bekerja pada sebuah stasiun radio, dimana siaran stasiun radio itu tidak dirancang dengan pemikiran marketing. Maksudnya, radio itu hanya melakukan siaran karena pemiliknya senang dengan cara siaran dan isi siaran yang seperti itu. Akibatnya jenis pendengar yang terjaring bukanlah pendengar yang dibutuhkan oleh pengiklan (advertiser). Misalnya: Pemilik atau penyiar radio RFM di kota N suka dengan musik opera seriosa ala Pavarotti, sehingga siarannya setiap hari adalah lagu-lagu seriosa. Sementara di kota N tersebut, masyarakat yang menyukai musik jenis ini sangat sedikit dan terdiri dari orang yang sudah lansia. Tentu saja kelompok pendengar radio jenis ini bukanlah kelompok pendengar yang menarik bagi umumnya pengiklan. Tak heran kalau salesman susah memperoleh order.
  2. Siaran Stasiun Radio itu dirancang untuk menjangkau kelompok masyarakat tertentu, dan ini tercermin dari slogan (atau kerennya positioning) radio tersebut. (Misalnya: Radionya Profesional Muda). Tetapi kenyataannya, hasil survey menunjukkan bahwa profil pendengar yang mendengarkan radio tersebut justru tidak sesuai dengan slogan yang digembar-gemborkan. Akibatnya pengiklan sulit diyakinkan (karena beda slogan dan kenyataan) oleh salesman bahwa produknya cocok untuk diiklankan melalui radio itu.
  3. Radio itu sekarang sangat populer di daerahnya, tapi pengiklan yang berada di Jakarta tak tahu hal tersebut. Mereka tetap saja memasang iklan di radio-radio yang sudah menjadi tradisi untuk dipasangi iklan oleh mereka dari tahun ke tahun. Salesman sulit meyakinkan pengiklan bahwa peta pendengar di daerahnya sudah berubah, karena kebetulan daerahnya bukan termasuk wilayah yang di-survey
  4. Radio tersebut memang sudah memiliki jumlah dan jenis pendengar yang cukup dan tepat bagi produk Pengiklan. Tetapi Pengiklan memandang bahwa beriklan melalui media radio tak akan ada gunanya. Pengiklan beranggapan lebih baik beriklan di televisi atau suratkabar/majalah dan media lainnya. Salesman radio tak cukup bisa menjelaskan kenapa harus menggunakan media radio dan selanjutnya tak mampu meyakinkan mengapa harus menggunakan stasiun radionya.
  5. Salesman bekerja di stasiun radio yang masih baru, dimana pemiliknya yakin sekali bahwa radio miliknya itu radio yang hebat. Padahal masih jauh sekali dibandingkan pesaingnya. Karena tekanan si boss maka si salesman terpaksa harus berbohong dalam usaha membujuk Pengiklan agar beriklan di radionya. Tetapi ia lupa bahwa pengiklan pun memiliki mata dan telinga sehingga ia tahu kalau si salesman berbohong.
  6. Radio pesaing mempunyai hubungan "sangat dekat" dengan pengiklan, sehingga walaupun siaran radio dan pendengar radio si salesman lebih tepat sebagai media promosi bagi si pengiklan, tetapi tetap saja pengiklan memilih untuk tidak memindahkan order iklannya.
  7. Perang harga sudah keterlaluan, sehingga walau seandainya seluruh waktu iklan sudah terpenuhi kapasitasnya sampai lebih dari 100% pun, tetap saja pendapatannya setelah dikurangi biaya operasi, penyusutan dan pajak, hanya menghasilkan laba yang sangat tipis. Sampai-sampai lebih baik mendepositokan saja uang modal yang ada daripada dipakai membuka usaha Radio Siaran. Oleh karena itulah boss anda menginstruksikan kepada salesman untuk tidak boleh ikut-ikutan membanting harga seperti radio-radio lain. Salesman pun kebingungan karena harganya terlalu tinggi dibandingkan pesaingnya, di mata pengiklan.
  8. Radio memiliki policy bahwa iklan-iklan tertentu akan merusak "image" stasiun tersebut. Sementara justru anggaran iklan terbesar di daerah itu datang dari produk-produk yang dianggap dapat merusak image. Akibatnya salesman kesulitan mengejar target penjualan.
  9. Pengiklan sudah mencoba beriklan di radio si salesman, tetapi hasilnya mengecewakan, tak sesuai dengan apa yang diharapkannya (setelah mendengar presentasi si salesman). Maka si pengiklan menelpon salesman dan memutuskan untuk tidak melanjutkan order iklannya. Pengiklan kini kehilangan kepercayaan kepada efektifitas media radio, bukan hanya kehilangan kepercayaan kepada radio si salesman.

Daftar ini pasti masih bisa lebih panjang lagi, dan barangkali ada dari para pembaca blog ini ingin menambahkan. Silahkan saja.

Itu artinya untuk menjadi "Air-Time Salesman" yang mumpuni, tidaklah mudah. Oleh sebab itu, ketika saya diminta untuk mendidik dan melatih salesman Radio selalu saya katakan terlebih dahulu, bahwa kalau ingin salesman Anda berhasil, maka itu harus diawali dengan pembenahan strategi dari stasiun radionya terlebih dahulu, kemudian pembenahan mutu siaran dan setelah itu barulah para salesman dilatih.

Melatih dan mendidik salesman agar benar-benar menjadi seorang yang ahli mendapatkan order dengan harga yang wajar, memerlukan waktu berminggu-minggu. Tapi kalau tahapan-tahapan ini benar-benar dilakukan, saya jamin bahwa salesman tidak akan menemui kesulitan yang berarti dalam menjual air-time/memperoleh order iklan bagi radio tersebut.

Makanya saya sendiri sering heran, kok di koran sering ada iklan penawaran sales-training yang hanya memakan waktu 1-2 hari, tetapi berani menjanjikan keberhasilan?!?