Music Director - So Behind The Microphone

Headlines Articles

Wednesday, October 5, 2011

Music Director

Sebenarnya semua bisnis, termasuk radio siaran, tentulah memiliki strategi untuk mencapai tujuan perusahaan, baik untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Radio siaran komersil kalau tanpa memiliki pendengar, sudah barang tentu tidak akan menarik buat menjadi media promosi bagi si pemasang iklan.

Dalam strateginya untuk membentuk kelompok pendengar tertentu yang menjadi sasaran khalayaknya (target audience), sebuah stasiun radio biasa menempuh cara dengan melakukan format tertentu dalam programmingnya. Ada banyak jenis station-format yang bisa diciptakan dan dipakai. Tetapi secara garis besar dari segi isinya, station programming format bisa dibagi 2, yaitu format yang mengandalkan Berita / Informasi. Misalnya, ini dilakukan oleh radio Suara Surabaya - Surabaya dan radio  elshinta  - Jakarta. Selain itu juga ada format yang mengandalkan Musik, seperti radio GenFM - Jakarta, dan radio KLCBS – Bandung. Format-format lainnya, umumnya merupakan pengembangan, kombinasi atau turunan dari kedua format utama.

Jabatan Music Director tentu saja sangat penting bagi radio-radio yang programming format-nya mengandalkan musik.

Radio yang Mengandalkan Musik

Apakah musik merupakan hal yang menentukan bagi sebuah stasiun radio untuk meraih pendengar? Tentu saja apabila radio tersebut mengambil Musik sebagai programming format siaran stasiunnya. Data hasil survey di Indonesia dan di Amerika tidak berbeda jauh. Musik adalah faktor di urutan kedua yang menyebabkan pendengar memindahkan gelombangnya dari sebuah stasiun radio ke stasiun radio lain. Urutan pertama adalah faktor kejernihan suara (signal dan modulasi).

Dengan demikian, kalau dilihat dari aspek isi siaran, maka musik berada di urutan pertama.

Jadi artinya, kalau sebuah stasiun yang berformat musik (atau memiliki porsi musik yang besar dalam siarannya) ingin mengudarakan sederetan lagu-lagu, maka jelas lagu-lagu ini tidak bisa secara serampangan diudarakan, karena berisiko pendengarnya malah kabur semua.
Seorang penyiar yang memasuki ruang siaran dengan membawa sederetan lagu yang disukainya untuk dipasang kapanpun dia mau, akan memiliki kemungkinan membuat sejumlah besar pendengar memindahkan gelombang / frekuensinya ke radio lain.

Pada dasarnya, fungsi seorang Music Director adalah meminimalkan risiko yang bisa fatal ini.

Pendengar & Lagu / Musik

Selera seseorang dalam menyukaii sebuah lagu bersifat sangat pribadi/ personal. Sebuah lagu A yang dinyanyikan oleh penyanyi B mungkin tidak saya sukai. Tetapi ketika lagu A dinyanyikan oleh penyanyi A malah saya sangat menyukainya. Begitu banyak variasi faktor untuk bisa mengetahui dan menetapkan apakah sebuah lagu bakal disenangi oleh umumnya orang atau tidak. Itu sebabnya untuk bisa sedikit memperoleh kepastian dalam memilih sederetan lagu yang akan dapat dijadikan play-list (daftar lagu yang akan dimasukkan dalam jadwal pengudaraan) di sebuah radio-siaran, banyak Music Director yang melakukan semacam sampling-survey. Sekelompok orang yang diambil sebagai “sample” adalah orang-orang yang dianggap mewakili kelompok sasaran pendengar (target audience) yang ingin dijangkau oleh radio tersebut. Kepada kelompok sample ini diperdengarkan sejumlah lagu, lalu mereka diminta untuk menuliskan apakah menyukai atau tidak menyukai lagu tersebut. Berdasarkan pilihan tersebut, maka radio kemudian memasukkannya dalam daftar Play-list.

Pada dasarnya seorang Music Director harus:

(1) Mengenali betul selera dari target-audiencenya akan lagu/musik. Semakin khas musik yang diudarakan, maka audience yg terjangkau semakin segmented (mengerucut). Jadi kalau yang diudarakan adalah musik dari satu genre (jenis) saja, misal: Dangdut saja, atau Jazz saja, maka kelompok pendengar yang terbentuk juga terbatas jumlahnya, tetapi memiliki karakter yang sangat unik (khas).

(2) Memahami betul pola/kebiasaan dari target-audiencenya dalam mendengar radio. Misalnya: Kalau target audience-nya rata-rata tune-in di radio selama 2 jam sehari maka tentu cara me-rotasi lagu-lagu yang telah diseleksi harus sedemikian rupa jatuhnya, sehingga lagu yang terdengar tidak cuma se-olah-olah yang itu-itu saja. Atau sebaliknya, ada lagu yang sudah cukup sering diudarakan tapi bagi pendengar, lagu tersebut malah kesannya sama sekali tak pernah diudarakan.

Jadi secara prinsip, MD-lah yang menetapkan seleksi musik / lagu (playlist), lalu ia juga yang menetapkan rotasinya. Tapi adakalanya di beberapa radio-station, seorang MD juga mempunyai kewenangan untuk menetapkan “susunan / urutan” lagu-lagu yang harus diudarakan.
Misal, ada 3 buah lagu (lagu A, B & C) dimana ketiga-tiganya menurut survey adalah lagu yang sangat populer / disukai. Maka ketika urutan rangkaian lagu dirubah (sewaktu diperdengarkan) ,dari A, B, C menjadi B, A, C lalu dirubah lagi menjadi C, B, A, akan ditemukan bahwa rangkaian dari lagu ke lagu juga berpengaruh terhadap tingkat suka atau tidak sukanya.

Secara teori, pada sebuah stasiun radio dengan programming format: Musik, dalam usaha untuk mencegah agar pendengar tidak pindah tune in ke radio lain, bukan hanya pilihan / seleksi dari lagu-lagu saja yang menjadi faktor utama, tetapi juga bagaimana susunan rangkaian dari lagu-lagu tersebut juga menjadi faktor penting. Tapi pada beberapa stasiun radio lain, hal seperti ini bukan menjadi masalah utama dengan alasan fleksibilitas.

Harmonis dengan Materi Non-musik

Musik bukanlah satu-satunya materi siaran yang diudarakan. Banyak materi siaran non-musik seperti: kata-kata & warna suara dari penyiar, iklan, sound effects, station ID / jingles dsb. Oleh karena itu kerjasama yang erat antara program director dengan music director sangat dibutuhkan. Ingatlah, walaupun pendengar menyukai siaran musik stasiun radio anda, tetapi apabila cara penyiar bicara, isi pembicaraannya, iklan yang diudarakan dan siaran non musik lainnya tidak harmonis / tidak selaras dengan pilihan dan rangkaian musiknya, maka tetap saja pendengar akan lari / pindah ke gelombang stasiun radio lain.

Saya sendiri tidak bisa membayangkan, betapa kesalnya saya, apabila lagi enak-enaknya mendengarkan rangkaian lagu jazzy yang saya gemari dari sebuah stasiun radio, tapi pada saat waktunya si penyiar bicara...yang terdengar suara dengan warna suara dan gaya bicaranya yang mirip seperti Parto (Opera van Java)....Ngga ngepas banget, khan? Maka kenikmatan saya mendengarkan siaran musik di radio itupun bisa jadi sangat terganggu.

No comments:

Post a Comment