Prinsip tidak boleh luntur oleh perkembangan tekhnologi - So Behind The Microphone

Headlines Articles

Wednesday, October 5, 2011

Prinsip tidak boleh luntur oleh perkembangan tekhnologi

Sebenarnya perhatian para broadcaster sekarang ini, baik televisi maupun radio terhadap perkembangan teknologi, cukup baik. Artinya mereka sadar sekarang sudah hadir teknologi digital dan bagaimana seharusnya menyikapi perkembangan teknologi dalam dunia broadcasting. Apakah siaran televisi nanti harus semua berubah menjadi kualitas HD (high definition)? Ataukah siaran radio menjadi siaran digital broadcasting sehingga modulasinya di telinga pendengar akan lebih empuk, serta pilihan alternatif programnya pun menjadi lebih banyak? Ataukah semua siaran baik televisi maupun radio nanti semuanya harus streaming lewat internet?

Cepatnya perkembangan teknologi sangat membuat pusing kita-kita yang bergerak di bidang broadcasting. Baru saja kita berpikir untuk melakukan penyesuaian dengan satu teknologi..eh..tiba-tiba sudah ada teknologi baru lagi yang lebih baik dan lebih murah. Maka langsung buyarlah apa-apa yang sudah dirapatkan selama berminggu-minggu yang lalu.

Oleh karena itu supaya tidak terlalu pusing, saya pikir sebaiknya kita kembali dulu mengkajinya secara rasional berpegang pada prinsip-prinsip bisnisbroadcasting sendiri. Pada akhirnya bukankah masyarakat pemirsa / pendengar juga yang memiliki kata akhir?!

Prinsip 1:

Teknologi digital dalam dunia broadcasting itu pada intinya harus menyebabkan masyarakat (1) lebih mudah meng-akses-nya, dan masyarakat memperoleh (2) kualitas gambar dan atau audio-nya yang lebih baik. Artinya, kalau kita meng-upgrade siaran kita menjadi berteknologi canggih, maka kedua pointinilah yang harus diperoleh oleh audience. Jadi tidak bisa kita berbangga bahwa radio kita sekarang sudah ada di internet, tapi untuk pendengar mengaksesnya susah sekali (misal, masuk ke portalnya aja lama banget).

Tidak bisa kita berbangga bahwa siaran TV kita sudah digital, gambar dan suaranya sudah berkualitas digital, dan siarannya bisa diterima di ponsel, tapi untuk menonton lewat ponsel, ponselnya harus tidak boleh berada didalam ruangan, karena kalau didalam ruangan gambar digital-nya putus-putus berkotak-kotak.

Atau sebaliknya siaran kita dapat diakses dengan mudah dari mana-mana, tapi setelah berhasil di-akses kualitas gambar dan audionya tidak bagus...ya sami mawon, tidak ada gunanya bercanggih-canggih dengan teknologi.

Prinsip 2:

Sebahagian besar audience kita (sesuai pula dengan struktur sosial masyarakat kita yang masih berbentuk piramida), kualitas audio-visual yang bagus sekali ala HD / blue-ray, belum menjadi tuntutan mereka. Mereka sudah happy kalau gambar dan suaranya jelas dan tak terputus-putus. Suara dan gambar yang “bening” belum merupakan kebutuhan utama sebahagian besar masyarakat kita. Apalagi kalau untuk mendapatkan suara dan gambar yang “bening” itu mereka diharuskan membeli peralatan khusus pula, atau bahkan mereka harus belajar bagaimana memakai komputer dulu.

Artinya, kalaupun kita meng-upgrade siaran kita menjadi siaran berteknologi canggih, itu hanya akan berdampak pada beberapa gelintir kelompok orang saja dalam masyarakat. Jadi tidak akan serta merta menyebabkan jumlah audienceyang menonton / mendengar siaran kita menjadi bertambah.

Prinsip 3:

Seperti sudah saya katakan diatas bahwa Teknologi Digital dalam broadcasting, ditujukan kepada audience dengan harapan akan lebih mudah di-aksesnya serta kualitas gambar & audio-pun menjadi lebih baik. Tetapi teknologi digital tidak bisa memperbaiki isi-nya.

Ibaratnya seperti teknologi microwave di dapur yang menggantikan kompor, hanya mempercepat proses memanaskan / memasak makanan, tapi tidak serta membuat masakan itu menjadi enak. Sebab yang membuat masakan itu enak dan digemari banyak orang adalah faktor bagaimana si jurumasak dengan pengetahuan dan ketrampilannya mampu mengolah bahan-bahan makanan tersebut dengan tepat dan mencampurkan bumbu-bumbu yang pas sesuai selera. Hasilnya adalah masakan yang membahagiakan lidah. Begitu pula di dunia Broadcasting.

Artinya, teknologi cumalah alat pendukung saja. Karena pada intinya adalah bagaimana kita sebagai “juru masak”, pandai mengolah acara, memasukkan bumbu-bumbu yang pas, sehingga membuat audience happy matanya danhappy telinganya, happy otaknya sehingga hati pun puas.

Rasional 4:

Audience, yang tentunya di Indonesia ini sangat heterogen, adalah faktor paling menentukan bagi keberhasilan bisnis televisi ataupun radio. Mereka yang menentukan isi siaran yang bagaimana yang akan mereka pilih, cara penyampaian isi yang bagaimana yang mereka sukai, akses melalui media apa yang menurut mereka cocok dengan kegiatan, kesenangan dan kebiasaan mereka, dsb. dsb.

Buat orang lansia seperti saya, yang pensiunan pula, kalau saya mau menonton televisi, pasti tidak akan memilih menonton siaran televisi melalui handphone. Layarnya terlalu kecil bagi mata saya, dan suaranya terlalu lemah bagi telinga saya.

Jadi, setiap strata dan pengelompokan pasti memiliki ciri-ciri sendiri dalam menentukan pilihan media dan bagaimana cara ia mengaksesnya. Sehingga, walaupun stasiun tersebut menyediakan akses yang luas, maka tetap saja lingkup audience yang akan mengaksesnya tidak akan seluas area aksesnya, bahkan mungkin kenaikan prosentase audience akan kecil sekali dibandingkan dengan jumlah audience yang mengakses dengan cara akses biasanya. Kecuali misalnya kalau kelompok audience tersebut adalah kelompok audience remaja sebagai suatu kelompok yang memang paling cepat mengadopsi teknologi baru.

Artinya, trend perubahan perilaku masyarakat dalam menggunakan teknologi baru adalah salah satu faktor yang penting dalam kita memutuskan perubahan teknologi siaran. Seperti apa perubahan yang harus dilakukan, kenapa harus dilakukan dan ditujukan untuk siapa perubahan itu dilakukan.

Masih banyak lagi hal-hal prinsip yang harus tetap dipertimbangkan, dalam mengkaji peningkatan siaran kita sejalan dengan perkembangan teknologi digital belakangan ini. Maksudnya tentu agar kita bisa dengan cara yang bijak mengadopsi teknologi digital, dan bukannya hanya atas dorongan emosional semata dan apalagi kalau alasannya hanya disebabkan oleh karena “tetangga” sebelah sudah lebih dulu berdigital maka kita juga harus begitu.

Salah investasi dalam besaran jumlahnya dan timing-nya, akan menyebabkan kita bertambah sulit hidupnya, dalam masa industri broadcasting yang juga sedang menghadapi masa sulit ini.

No comments:

Post a Comment